Timbangan Amal, sebuah Kultum Ramadhan yang menyejukkan dari Saudara saya Anwar Prihatin asli Ponjong ;) Untuk kesekian Kali saya re post tulisan saudara saya di Facebook Note, setelah sebelumnya beliau juga menulis dan telah saya re post mengenai Hikmah Ramadhan. Kali ini Anwar membahas tentang Timbangan Amal, apa yang di timbang dan lain sebagainya.. Selamat Menikmati
Saudaraku, salah satu fase yang akan kita lalui kelak pada hari kiamat adalah Yaumul Mizan atau Hari Penimbangan Amal.
Dari beberapa ulama ada beberapa pandangan tentang apa yang ditimbang di Mizan :
Pendapat pertama : yang ditimbang adalah amal.
Mereka berdalil dengan firman Allah :
“Barangsiapa yang mengerjakan amal kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya”. (Alzalzalah : 7)
Mereka juga berdalil dengan sabda Nabi :
“Kebersihan itu separuh iman dan (kalimat) Alhamdulillah dapat memenuhi mizan.” HR. Muslim
Pendapat kedua : yang ditimbang adalah lembaran-lembaran atau catatan amal.
Mereka berdalil dengan hadits bithoqoh (kartu ‘Laa Ilaaha Illallahu’)
“Sesungguhnya Allah akan menyelamatkan seorang lelaki dari ummatku dihadapan para makhluk pada hari kiamat. Maka dihamparkanlah di depannya sembilan puluh sembilan gulungan (dosa), setiap gulungan panjangnya sejauh mata memandang, kemudian Allah berfirman (kepadanya) : apakah kamu mengingkari sesuatu dari ini (yaitu catatan dosa yang terhampar didepannya), apakah para penulis-Ku yang mengawasi kamu menzholimimu? maka ia menjawab : “Tidak wahai Rabbku”, kemudian Allah berfirman : “Apakah kamu mempunyai udzur (berupa kebaikan)?”, maka ia menjawab : “Tidak wahai Rabbku”. Maka Allah berfirman : “Bahkan engkau mempunyai satu kebaikan di sisi Kami, sesungguhnya tidak ada kezholiman pada hari ini atasmu”, maka dikeluarkanlah satu bithoqoh (kartu) tertulis dalamnya ???????? ????? ??? ?????? ?????? ????? ?????????? ????? ?????????? ???????? ???????????? maka Allah berfirman : “Saksikanlah timbanganmu”, maka ia berkata : “Wahai Rabbku apalah artinya bithoqoh ini dibanding dengan gulungan-gulungan tersebut”, maka Allah berfirman : “Sesungguhnya engkau tidak akan dizholimi”. Maka diletakkanlah gulungan-gulungan tersebut pada satu anak timbangan dan bithoqoh (diletakkan) pada anak timbangan (lainnya). Maka terangkatlah gulungan-gulungan itu dan kartu tersebut lebih berat”. (HR. Ahmad, Tirmidzy, Ibnu Majah)
Pendapat ketiga : yang ditimbang adalah orangnya.
Mereka berdalil dengan kisah ibnu Mas’ud radiyallahu ‘anhu yang ditertawakan kedua betisnya karena kecil. Lantas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
Demi Dzat yang jiwaku ditangannya sungguh kedua betisnya itu lebih berat dalam timbangan daripada bukit uhud” (HR. Ahmad)
Dari ketiga pendapat tersebut dalil-dalil yang menyebutkan bahwa amal yang ditimbang, adalah yang paling banyak. Sehingga untuk menggabungkan ketiga pendapat tersebut adalah yang dtimbang adalah amal, sedangkan jika yang ditimbang adalah lembaran-lembaran amal atau orangnya maka itu adalah khusus untuk orang-orang tertentu.
Marilah saudaraku kita memperbanyak amal sholeh di bulan suci Romadhon ini agar kelak pada saat ditimbang amal-amal kita adalah amal-amal yang berat. Sehingga insya Alloh kita akan memasuki surgaNya dengan aman dan sentosa. Aamiin
Terima kasih Anwar Prihatin Saudaraku, semoga tulisanmu tentang Timbangan Amal ini bisa menjadi bahan Kultum Ramadhan bagi yang membutuhkan, dan juga sebagai media pengingat diri bagi siapa saja yang membacanya
Photo Source Shazron Flickr
0 comments
Artikel kuliah tujuh menit yang menarik sekali…..
http://Budinurdiansyah.blogspot.com
dan bulan Ramadhan ini Insya Allah adalah bulan yang tepat untuk memperbaiki timbangan amal baik kita. Nice sharing Om
Usul, bagaimana bila ungkapan “Para ulama berselisih pendapat tentang apa yang ditimbang di Mizan” direvisi. Kata “berselisih” dilekatkan pada ulama terkesan kurang assertif dan berkonotasi negatif. Mengesankan seolah-olah para ulama itu diliputi suasana konflik. Na’udzubillah.
Bagaimana bila ungkapan tersebut diganti, misal: “Tentang apa yang ditimbang di yaum al-mizan nanti, ada beberapa pendapat”….
Begitu, lanjut Bro.
Segera di laksanakan
Usul, bagaimana bila ungkapan “Para ulama berselisih pendapat tentang apa yang ditimbang di Mizan”. Kata “berselisih” dilekatkan pada ulama terkasan kurang assertif dan berkonotasi negatif. Mengesankan seolah-olah para ulama itu diliputi suasana konflik. Na’udzubillah.
Bagaimana bila ungkapan tersebut diganti, misal: “Tentang apa yang ditimbang di yaum al-mizan nanti, ada beberapa pendapat”….
Begitu, lanjut Bro.