Dikutip dari Tempo Interaktif

TEMPO Interaktif, Jakarta:Front Pembela Islam (FPI) selama ini dikenal
sebagai perusak tempat-tempat hiburan yang buka saat bulan puasa. Atau
penggerebek tempat-tempat judi. Namu, karena tindakannya dianggap
berlebihan, serta melampaui kewenangan, yang datang justru kecaman.

Dalam peristiwa bencana tsunami di Aceh, FPI justru membuahkan hasil
yang menggembirakan. Relawan FPI-lah yang menemukan mayat, Jurubicara
Polda Aceh, Sayed Husaini, padahal selama ini FPI sering berseberangan
dengan polisi. Di Aceh, FPI juga tidak terdengar bentrok dengan
relawan lain, baiki sipil, militer maupun asing.

Bagaimana relawan FPI hidup di daerah bencana membantu masyarakat Aceh?

Berkaos putih dengan tulisan ‘Duka Aceh, Duka Kita Semua’, setiap pagi
ratusan anggota Front Pembela Islam (FPI) keluar dari sarangnya di
Taman Makam Pahlawan, kawasan Peuniti, Banda Aceh. “Ana gak bertahun
baru di sini. Sudah buta ama tanggal-tanggal,” kata Ustadz Mahsuni
Kaloko, Kepala Operasional Relawan FPI yang menginjakkan kaki di Aceh,
Kamis (30/12), bersama 3 anggotanya. Kini, total relawan FPI di Aceh
mencapai 400 orang.

Mahsuni bercerita, langkah awal yang menjadi pekerjaan FPI begitu
turun dari pesawat adalah membersihkan Masjid Raya Baiturrahman. “Ada
50 mayat yang saat itu terserak di sana,”ujar pria yang di Sekretariat
DPP menjabat sebagai Pengurus Badan Anti Teror.

Di masjid terbesar yang menjadi ikon kota Banda Aceh itu, Mahsuni
mendirikan posko bersama 175 orang lain dari HTI, FPI, PII, GPI, MMI,
dan Mer-C. “Kami bekerja keras, sehingga setelah menyucikan masjid
pada Jum’at (31/12), 30 jam kemudian adzan pertama berkumandang pasca
bencana,”kenangnya.

Pagi pertama di tahun 2005 itu, Baiturrahman pun melaksanakan ceramah,
dipimpin Sekjen MUI Din Syamsudin.
Saat itu juga Majelis Permusyawaratan Ulama Indonesia (MPUI) Aceh
meminta FPI menjaga pintu-pintu untuk menjaga kesucian masjid dari
orang-orang asing yang mencoba masuk. Mereka menyeleksi siapapun yang
mau masuk masjid. “Non-muslim kafir, out,”serunya saat itu.

Minggu (2/1) saat masjid itu akan dicat, FPI menyingkir ke Masjid di
kawasan Taman Makam Pahlawan (TMP) Banda Aceh. Ketika jumlah relawan
yang datang bertambah 241 orang dengan menumpang KM Egon dan 75
relawan lainnya dengan bis dari Medan, mereka pun membuka tenda-tenda
besar dan kecil yang ada di kuburan itu. Pos logistik didirikan tepat
di depan TMP.

Hari-hari ini, Ketua Umum FPI Habib M. Rizieq Shihab turun langsung ke
Aceh. “Beliau sedang melakukan evakuasi di Lambro Skip,”kata Ustadz
Sobri Lubis, salah satu Ketua FPI Pusat saat ditemui Tempo di tenda TMP.

Saat ini, FPI memang memrioritaskan evakuasi mayat. Untuk tugas ini
pun, mereka sengaja mengambil pekerjaan yang susah. “Kami mengambil
yang orang-orang tak mau sentuh,”katanya. Sobri mengaku prihatin
dengan banyaknya relawan yang kurang bersungguh-sungguh melaksanakan
tugas. “Meski pakai masker dan sarung tangan, mereka hanya
mondar-mandir lalu mengambil foto seperti turis,” kecamnya.

Sobri memaparkan, masih banyak mayat-mayat wilayah di ibukota provinsi
yang belum tersentuh evakuasi. “Yang bersih cuma yang di jalan-jalan
utama. Selain Lambro Skip, mayat paling banyak tercecer di Punge Blang
Cut, dan Ulee Lheule. Stok peralatan dan sarana transportasi sangat
terbatas. Kami dengar di PMI ada ribuan sepatu boot, tapi nyatanya
habis,” urainya.

Dalam rencana FPI, seorang relawan minimal harus berada di Aceh selama
sebulan. Sampai kapan? “Kami akan terus bergiliran datang sampai Aceh
benar-benar pulih,”katanya.

Mengenai bagaimana FPI bereaksi atas kinerja pemerintah menangani
bencana di Aceh, Sekretaris DPP Ustadz Hasri Harahap mengutip
pernyataan Menko Kesra saat berjumpa dengan Rizieq Shihab. “Pak Alwi
mengaku TNI sudah kelelahan,” ceritanya. “Kalau TNI saja sudah
kelelahan, apalagi kami, yang logistiknya tak menentu. Namun FPI
menegaskan bahwa pekerjaan mengevakuasi mayat ini hukumnya fardhu ain,
bukan fardhu kifayah,” katanya.

Hasri juga menyoroti lemahnya koordinasi antar bagian. “Koordinasi
baru mulai rapi pada dua minggu terakhir ini, sebelumnya tak ada amir
dalam setiap pengambilan keputusan,”ujarnya.

Selain itu, FPI meminta perhatian lebih untuk urusan fasilitas relawan
dan transportasi bagi relawan. “Harusnya, kursi-kursi kosong setiap
pesawat yang berangkat ke Aceh diberikan kepada relawan,” katanya.
Mereka juga menyoroti sikap TNI yang dinilai penduduk overacting. “Tak
perlulah datang ke perempatan dengan menenteng senjata,” katanya.

Hasri dan Sobri juga memaparkan beberapa kejanggalan yang dilihatnya
dalam pengerahan bantuan ke Aceh. “Kami tegaskan, setiap bantuan
jangan menggunakan label-label keagamaan,” katanya. Himbauan itu
disampaikan karena ia melihat adanya upaya berunsur SARA di balik
pengiriman bantuan itu. “Di PMI kami menemukan ratusan kardus bantuan
yang kemasannya bertulis Jesus Loves You,”katanya. “Kalau mau bantu ya
bantu saja, jangan memberikan doktrin-doktrin. Ini kan seperti mengail
ikan di air lumpur,”ujar Sobri.

Selain itu, mereka memaparkan adanya pengiriman kaos-kaos bergambar
porno yang diduga dikirim dari Medan. “Ini kan merusak mental orang
Aceh,”sesal Hasri.

Tentang bantuan asing, Sobri mengingatkan agar diberikan sesuai porsi
yang disampaikan pemerintah. “Jangan melakukan intervensi, merusak
kultur, serta mengganggu otonomisasi Syariat Islam,”katanya.

Selain evakuasi mayat, tugas berikutnya FPI adalah membersihkan
masjid, merehabilitasi mental korban bencana, serta mempersiapkan
pengadaan air bersih. “Kami membawa 20 ahli bor sumur dari
Pasuruan,”ujar Sobri.

Keprihatinan FPI juga dialamatkan kepada stasiun televisi yang banyak
menayangkan gambar-gambar kesedihan. “Ini kan tidak memberi semangat
orang Aceh, malah melemahkan. Seharusnya, yang diangkat adalah
orang-orang Aceh yang tetap bersemangat, sehingga bisa menularkan
energi kepada mereka yang lelah,”tukas Sobri.

Apa tidak takut bermalam di kuburan? “Kami tegaskan kepada relawan FPI
bahwa kita ini berjihad. Apalah artinya, tidur di makam, karena yang
menunggu kita adalah mayat-mayat membusuk itu,”kata Sobri.

0 Shares:
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You May Also Like

Hunaifa Mursyida

Gadis Kecil berjiwa lurus yang memberi petunjuk, itulah ES EM ES dari Mbah Dipo, sang maestro dari Pitutur.net Anak kelima seorang perempuan seorang warga baru di keluarga simbah. Semoga anak simbah bisa jadi Generasi penerus. Bahkan simbah sendiri menulis dengan indahnya di Postingan di Blog beliau. Saya akan Copas yang saya anggap perlu bagi saya khususnya...