Muhammadiyah pernah memiliki ketua umum luar biasa secara integritas moral. Namanya AR Fachruddin (kini almarhum). Ulama yang biasa dipanggil Pak AR ini sangat jujur dan memiliki kepribadian zuhud. Suatu ketika ia datang ke Malang. A Malik Fadjar (kini mendiknas) yang kala itu menjabat rektor Universitas Muhammadiyah Malang menyalami uang Pak AR sekian juta. Uang itu diterima. Namun beberapa hari berselang datang surat berisi kwitansi pembayaran berkop panti asuhan anak yatim. Ternyata uang sekian juta dari Pak Malik Fadjar itu oleh Pak AR diterima bukan untuk dinikmati pribadi. Tetapi disumbangkan kepada panti asuhan anak yatim. Sedang kwitansi pembayarannya dialamatkan langsung kepada si pemberi (Malik Fadjar). Luar biasa.
Pak AR memang profil ulama sederhana dan hidup apa adanya. Sebagai ketua umum PP Muhammadiyah sebenarnya ia bisa “menjual” posisinya untuk mengeruk uang dengan berbagai dalih. Atau posisinya yang bergengsi itu bisa untuk bargaining position demi meraih jabatan politik. Namun tampaknya ia bukan tipe orang aji mumpung. Pak AR tampaknya meresapi betul pesan KH Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah. Kiai Ahmad Dahlan berpesan: hidup-hidupilah Muhammadiyah, tapi jangan cari penghidupan atau kehidupan di Muhammadiyah.

Karena itu Pak AR lebih suka memberi teladan sederhana, menjauhkan sikap tinggi hati dan gengsi. Lihat saja kehidupan sehari-harinya. Di depan rumahnya ia jualan bensin. (Harap dicatat, jualan bensin di sini bukan SPBU (pom bensin) seperti Taufik Kiemas yang memiliki nilai miliaran rupiah. Atau seperti anggota dewan dan kiai yang sering diplesetkan tongkatnya bisa muncrat bensin karena memiliki banyak pom bensin di mana-mana). Pak AR jualan bensin dalam pengeritan eceran sesungguhnya seperti umumnya rakyat kecil di pinggir jalan .

Itu di Muhammadiyah. Di NU juga ada seorang kiai tak kalah nylenehnya. Kiai yang enggan dipublikasikan ini dikenal sebagai kiai rohani, bukan kiai syariah. Ia tak mau menghakimi orang lain dengan dalil agama. Apalagi mencekal kreativitas kehidupan agama. Hidupnya juga sangat bersahaya, namun jiwanya luar biasa kaya. Ia diyakini memiliki keistimewaan kasyaf, weruh sa’durungi winarah. Maka mudah dipahami jika para pejabat belomba ingin sowan ke rumah kiai unik ini. Namun jangan dikira mudah menemuinya. Setinggi apapun jabatannya jika kiai ini tak berkenan, ia akan pulang hampa.

Yang lebih menakjubkan, ia banyak membiayai studi anak-anak muda NU sampai lulus sarjana. Konon, telah banyak sekali sarjana berkat pertolongan biaya dari kiai ini.Yang juga unik, ia sering mentransfer uang ke anak muda NU yang lagi kesulitan ekonomi. Entah bagaimana caranya ia kok bisa mengetahui kesulitan orang. Padahal anak itu tak minta dan tinggal jauh di kota Jakarta. Tiba-tiba kiai ini mentransfer tanpa sepengetahuan anak tersebut. Tercatat beberapa anak muda NU yang sering menerima tranfer uang dari kiai eksentrik ini. Jiwa sosial kiai ini memang patut diteladani. Meski ia punya banyak kekayaan tapi ia tak ingin menimbun untuk kesenangan pribadi. Ia tampaknya bertekad untuk menjadikan hidupnya seperti hadits Nabi Muhammad SAW: yadul ulya (tangan di atas, pemberi), bukan yadussufla (penerima atau penadah).

Memang, keistimewaan tokoh atau ulama berbeda-beda. Ada yang tahan godaan, tidak terperosok pada hubbuddunya seperti Pak AR. Ada pula
yang berjiwa sosial tinggi seperti kiai NU yang tak mau dikorankan. Namun banyak pula yang gagal menjalankan fungsi keulamaan, meski
disebut tokoh agama. Mereka tak tahan godaan, juga tak punya jiwa sosial. Ironisnya, kadang mereka tak merasa kalau dirinya telah gagal.

Bahkan sambutan masyarakat yang mulai hambar tak ia rasakan. Kepekaannya sudah hilang. Tren kehidupan di lingkungan wartawan juga
sama. Ada wartawan yang sikap hidupnya mirip prinsip Pak AR. Ia menolak keras amplop (uang) dari nara sumber. Ia memang sangat
idealis. Namun ia kadang kesulitan menolak karena lembaga atau nara sumber sudah menyiapkan. Karena terpaksa biasanya ia terima juga.
Namun uang itu kemudian ia salurkan ke yayasan atau panti asuhan. Nah, tanda terima atau kwitansi dari yayasan itu kemudian ia kirimkan
kepada lembaga si pemberi amplop melalui pos.

Kita kadang memang dihadapkan pada pilihan dilematis. Pada satu sisi kehidupan konsumerisme luar biasa menggoda. Namun pada sisi lain kita juga harus menjaga kehalalan uang yang kita terima. Sebab uang yang kita peroleh untuk nafkah keluarga. Kita tentunya tak rela uang haram masuk ke dalam tubuh anak-anak kita. Situasi ini sangat berat, apalagi bagi mereka yang hidup di kota. Namun saya lalu ingat wejangan KH Adlan Aly (almarhum) ketika ikut ngaji kitab kuning. Kiai ahli tarikat (sufi) ini menyatakan bahwa sulit mencari makanan yang betul-betul
halal murni, tanpa kontaminasi. “Yang murni hanya air hujan yang langsung datang dari atas, ” katanya. Meski demikian bukan berarti ini
lalu bisa kita pakai sebagai pembenaran untuk tidak hati-hati. Setidaknya wejangan ini membuat jiwa kita lebih arif dan tak terlalu
resah.

Oleh: M Mas’ud Adnan*
http://www.nu.or.id

0 Shares:
8 comments
  1. InsyaAllah orang-orang seperti AR Fachrudin masih banyak mas.. saya kenal orang-orang yang sederhana tapi punya keinginan kuat untuk memperbaiki masyarakat, ada pembibit lele, penjual buah, penjual cilok dll . cuma mungkin dari segi keilmuan belum seperti beliau.

  2. ya dimaklumi saja kalau masih ada kiai yang tidak seperti mendiang KH. AR. Facrudin. Mungkin mereka takut mati kelaparan, mati tanpa gengsi, mati tanpa nama besar, jadi harta menjadi tujuan utama dalam hidupnya. Berat lho menjalani hidup seperti pak AR kala itu. Beliau tidak mengumbar hawa nafsu yang berupa aluamah, amarah, supiah, dan mutmainah. makanya beliau sangat sabar, tidak mata harta, tidak gila jabatan, tidak butuh disanjung. Intinya pak AR itu lembah manah dan cerdas.

  3. Subhanallah ternyata bukan hanya terjadi di zaman rosul dan para sahabat saja kisah kezuhudan dan kewaraan para ulama ternyata di zaman sekarang masih ada ulama yang patut kita teladani

  4. Bila pemimpim bangsa ini berkwalitas seperti beliau , apakah di Muhammadiyah apakah masih ada stok pemimpin yang yang se kwalitas Pak AR ?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You May Also Like
Read More

Obrolan Malam

Jujur diakui, Obrolan Malam terkadang memberikan sesuatu yang berbeda. Dan bahkan terkadang sekali lewat Obrolan Malam ini beberapa…